✿ Siti Masyitoh ✿
“Apa, di dalam kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” Teriak
Fir’aun dengan amarah yang membara setelah mendengar cerita putrinya perihal
keimanan Siti Masyitoh. Hal ini bermula ketika suatu hari Siti Masyitoh sedang
menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh, seketika Siti
Masyitoh mengucap Astagfirullah. Sehingga terbongkarlah keimanan Siti Masyitoh
yang selama ini disembunyikannya.
“Baru saja aku menerima laporan dari Hamman, mentriku, bahwa
pengikut Musa terus bertambah setiap hari. Kini pelayanku sendiri ada yang
berani memeluk agama yang dibawa Musa. Kurang ajar si Masyitoh itu,” umpat
Fir’aun.
“Panggil Masyitoh kemari,” perintah Fir’aun pada
pengawalnya. Masyitoh datang menghadap Fir’aun dengan tenang. Tidak ada secuil
pun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah senantiasa menyertainya.
“Masyitoh, apakah benar kamu telah memeluk agama yang dibawa
Musa?”. Tanya Fir’aun pada Masyitoh dengan amarah yang semakin meledak.
“Benar,” jawab Masyitoh mantap.
“Kamu tahu akibatnya? Kamu sekeluarga akan saya bunuh,”
bentak Fir’aun, telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh.
“Saya memutuskan untuk memeluk agama Allah, maka saya telah
siap pula menanggung segala akibatnya.”
“Masyitoh, apa kamu sudah gila! Kamu tidak sayang dengan
nyawamu, suamimu, dan anak-anakmu.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.” Melihat
sikap Masyitoh yang tetap teguh memegang keimanannya, Fir’aun memerintahkan
kepada para pengawalnya agar menghadapkan semua keluarga Masyitoh kepadanya.
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak
hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi. Ketika semua keluarga Siti Masyitoh
telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan
keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan
agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak
sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah
kamu tidak kasihan padanya.”
Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fir’aun, Siti
Masyitoh sempat bimbang. Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya, suami,
dan anak-anaknya yang lain, selain anak bungsunya yang masih bayi. Naluri
keibuannnya muncul. Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya. “Yakinlah
Masyitoh, Allah pasti menyertaimu.” Sisi batinnya yang lain mengucap.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih
menyusu itu berbicara kepada ibunya, “Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah
dengan janji Allah.” Melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi
teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak
meninggalkannya.
Allah pun membuktikan janji-Nya pada hamba-hamba-Nya yang
memegang teguh (istiqamah) keimanannya. Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya
dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah terlebih dahulu mencabut
nyawa mereka, sehingga tidak merasakan panasnya air dalam belanga itu.
Demikianlah kisah seorang wanita shalihah bernama Siti
Masyitoh, yang tetap teguh memegang keimanannya walaupun dihadapkan pada bahaya
yang akan merenggut nyawanya dan keluarganya.
Ketika Nabi Muhammad Saw. isra dari Masjidil Haram di Mekkah
ke Masjidil Aqsa di Palestina, beliau mencium aroma wangi yang berasal dari
sebuah kuburan. “Kuburan siapa itu, Jibril?” tanya baginda Nabi.
“Itu adalah kuburan seorang wanita shalihah yang bernama
Siti Masyitoh,” jawab Jibril.
Thursday, April 26, 2012 (12:50 AM)